Tanteku Yang Cantik Dan Perawan
Pada cerita sex dewasa ini bercerita tentang pengalaman temanku yang berhasil menikmati tubuh seorang tante girang bernama Marie. Silahkan dibaca cerita dewasa tante girang selengkapnya dibawah ini.
Sejak setelah menikah. Ibu tinggal di rumah kecil kami beberapa bulan menunggu bangunan rumah baru mereka selesai, Lagi-lagi, rumah baru mereka tidak jauh dari bengkel ayah. Ayah menolak tinggal di rumah tante Tina karena alasan pribadi ayah. Setelah banyak proses yang dilakukan antara ayah dan ibu, akhirnya bengkel tempat ayah bekerja, kini menjadi milik ayah dan ibu sepenuhnya.
Ayah pernah memohon kepada ibu agar dia ingin tetap dapat bekerja di bengkel, dan terang saja bengkel itu langsung ibu putuskan untuk dibeli saja. Maklum ibu adalah 'business-minded person'. Aku semakin sayang dengan ibu, karena pada akhirnya cita-cita ayah untuk memiliki bengkel sendiri terkabulkan, Kini bengkel ayah makin besar setelah ibu ikut berperan besar di sana. Banyak renovasi yang mereka lakukan yang membuat bengkel ayah tampak lebih menarik.
Pelanggan ayah makin bertambah, dan kali ini banyak dari kalangan orang- orang kaya. Ayah tidak memecat pegawai-pegawai lama disana, malah menaikkan gaji mereka dan memperlakukan mereka seperti saat dia diperlakukan oleh pemilik bengkel yang lama.
Kehidupan dan gaya hidupku & ayah benar-benar berubah 180 derajat. Kini ayah sering melancong ke luar negeri bersama ibu, dan aku sering di tinggal di rumah sendiri dengan pembantu. Alasan aku di tinggal mereka karena aku masih harus sekolah.
Ibu sering mengundang teman-teman lamanya bermain di rumah. Salah satu temannya bernama tante Marie. Tante Marie saat itu hanya 15 tahun lebih tua dariku. Semestinya dia pantas aku panggil kakak daripada tante, karena wajahnya yang masih terlihat seperti orang berumur 20 tahunan. Tante Marie adalah pelanggan tetap salon kecantikan ibu, dan kemudian menjadi teman baik ibu.
Wajah tante Marie tergolong cantik dengan kulitnya yang putih bersih. Dadanya tidak begitu besar, tapi pinggulnya indah bukan main. Maklum anak orang kaya yang suka tandang ke salon kecantikan. Tante Marie sering main ke rumah dan kadang kala ngobrol atau gosip dengan ibu berjam-jam. Tidak jarang tante Marie keluar bersama kami sekeluarga untuk nonton bioskop. window shopping atau ngafe di mall.
Aku sempat bertanya tentang kehidupan pribadi tante Marie. Ibu bercerita bahwa tante Marie itu bukanlah janda cerai atau janda apalah. Tapi tante Marie sempat ingin menikah, tapi ternyata pihak dari laku-laki memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya itu. Alasannya tidak dijelaskan oleh ibu, karena mungkin aku masih terlalu muda untuk mengerti hal-hal seperti ini.
Pada suatu hari ayah dan ibu lagi-lagi cabut dari rumah. Tapi kali ini mereka tidak ke luar negeri, tapi hanya melancong ke kota Bandung saja selama akhir pekan. Lagi-lagi hanya aku dan pembantu saja yang tinggal di rumah. Saat itu aku ingin sekali kabnur dari rumah, dan menginap di rumah teman. Tiba-tiba bel rumah berbunyi dan waktu itu masih jam 5:30 sore di hari sabtu. Ayah dan ibu baru 1/2 jam yang lalu berangkat ke Bandung. Aku pikir mereka kembali ke rumah mengambil barang yang ketinggalan.
Sewaktu pintu rumah dibuka oleh pembantu, suara tante Marie menyapanya. Aku hanya duduk bermalas-malasan di sofa ruang tamu sambil nonton acara TV. Tiba-tiba aku disapanya.
''Bernas kok ngak ikut papa mama ke Bandung?'' tanya tante Marie.
''Kalau ke Bandung sih bernas malas, tante. kalau ke singapura bernas mau ikut,'' jawabku santai.
''Yah kapan-kapan aja ikut tante ke singapore. tante ada apartment disana'' tungkas tante Marie.
Aku pun hanya menjawab apa adanya ''ok deh. Ntar kita pergi rame-rame aja. Tante ada perlu apa dengan mama? Nyusul aja ke Bandung kalau penting.''
''Kagak ada sih. Tante cuman pengen ajak mamamu makan aja. Yah sekarang tante bakalan makan sendirian nih. Bernas mau ikut ngak temanin tante?''.
''Emang tante mau makan dimana?
''Tante sich mikir Pizza hut.
''Malas akh ogah kalau Pizza Hut.
''Trus bernas maunya pengen makan apa?
''Makan di muara karang aja tante. Di sana kan banyak pilihan, ntar kita pilih aja yang kita mau.
''Oke deh. Mau cabut jam berapa?
''Entaran aja tante. Bernas masih belum lapar. Jam 7 aja berangkat. Tante duduk aja dulu.
Kami berdua nonton bersebelahan di sofa yang empuk. Sore itu tante Marie baju yang lumayan sexy. Dia memakai rok ketat sampai 10 cm di atas lutut, dan atasnya memakai baju berwarna orange muda tanpa lengan dengan bagian dada atas terbuka (kira-kira antara 12 sampai 15cm kebawah dari pangkalan lehernya). Kaki tante Marie putih mulus, tanpa ada bulu kaki 1 helai pun. Mungkin karena dia rajin bersalon ria di salon ibu, paling tidak semunggu 2 kali. Bagian dada atasnya juga putih mulus. Kami nonton TV dengan acara/channel seadanya saja sambil menunggu sampai jam 7 malam. Kami juga kadang-kadang ngobrol santai, kebanyakan tante Marie suka bertanya tentang kehidupan sekolahku sampai menanyakan tentang kehidupan cintaku di sekolah. Aku mengatakan kepada tante Marie bahwa saat itu masih belum mau terikat dengan masalah percintaan jama SMA. Kalau naksir sich ada, cuma aku tidak sampai menganggap terlalu serius.
Semakin lama kami berbincang-bincang, Tubuh tante Marie semakin mendekat ke arahku. Bau parfum chanel yang dia pakai mulai tercium jelas di hidungku. Tapi aku tidak mempunyai pikiran apa-apa saat itu.
Tiba-tiba tante Marie berkata, ''Bernas, kamu suka dikitik-kitik ngak kupingnya?''.
''Huh? mana enak?'' tanyaku.
''Mau tante kitik kuping Bernas?'' tante Marie menawarkan?
''hmmm... boleh saja. Mau pake cuttonbud?'' tanyaku sekali lagi.
''Ga usah, pake bulu kemucing itu aja'' tundas tante Marie.
''Idih jorok nih tante. Itu kan kotor. Abis buat bersih-bersih sama mbak.'' jawabku spontan.
''Alahh sok bersihan kamu Bernas. Kan cuma ambil 1 helai bulunya saja. Lagian kamu masih belum mandi kan? Jorok mana hayoo!'' tangkas tante Marie.
''Percaya tante deh, kamu pasti demen. Sini baring kepalanya di paha tante.'' lanjutnya.
Seperti sapi dicucuk hidungnya, aku menurut saja dengan tikah pola tante Marie. Ternyata memang benar adanya, telinga 'dikitik-kitik' dengan bulu kemucing benar-benar enak tiada tara. Baru kali itu aku merasakan enaknya, serasa nyaman dan pengen tidur aja jadinya. Dan memang benar, aku jadi tertidur sampai jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat. Suara lembut membisikkan telingaku.
''Bernas, bangun yuk. Tante dah lapar nih.'' Kata tante.
''Erghhhhmmmm.. jam berapa sekarang tante.'' tanyaku dengan mata yang masih setengah terbuka.
''Udah jam 7 lewat Bernas. Ayo bangun, tante dah lapar. Kamu dari tadi asyik tidur tinggalin tante. Kalau udah enak jadi lupa orang kamu yah.'' Kata tante sambil mengelus lembut rambutku.
''Masih ngantuk nih tante.. makan di rumah aja yah? suruh mbak masak atau beli mie ayam di dekat sini.''
''Ahhh ogah, tante pengen jalan-jalan juga kok. Bosen dari tadi bengong disini.''
''Oke oke, kasih Bernas lima menit lagi deh tante.'' mintaku.
''Kagak boleh. Tante dah lapar banget, mau pingsan dah.''
Sambil malas-malasan aku bangun dari sofa. Kulihat tante Marie sedang membenarkan posisi roknya kembali. Alamak gaya tidurku kok jelek sekali sih sampe-sampe rok tante Marie tersingkap tinggi banget. Berarti dari tadi aku tertidur di atas paha mulus tante Marie, begitulah aku berpikir. Ada rasa senang juga di dalam hati.
Setelah mencuci muka, ganti pakaian, kita berdua berpamitan kepada pembantu di rumah kalau kita akan makan keluar. Aku berpesan kepada pembantu agat jangan menunggu aku pulang, karena aku yakin kita pasti bakal lama. Jadi aku membawa kunci rumah, untuk berjaga-jaga apabila pembantu rumah sudah tertidur.
''Nih kamu yang setir mobil tante dong.''
''Ogah ah, Bernas cuman mau setir Baby Benz tante. Kalau yang ini malas ah.'' candaku. Waktu itu tante Marie membawa sedan honda, bukan mercedes-nya.
''Belagu banget kamu. Kalau ngak mau setir ini, bawa benz-nya mama.'' balas tante Marie.
''No way.. bisa di gantung ogut sama papa mama.'' jawabku.
''Iya udah kalau gitu setir ini dong.'' jawab tante Marie sambil tertawa kemenangan.
Mobil melaju menyusuri jalan-jalan kota jakarta. Tante Marie seperti bebek saja, ngak pernah stop ngomong and gosipin teman-temannya. Aku jenuh banget yang mendengar. Dari yang cerita pacar teman-temannya lah, sampai ke mantan tunangannya. Sesampai di daerah muara karang, aku memutuskan untuk makan bakmi bebeknya yang tersohor disana. Untung tante Marie tidak protes dengan pilihan saya, mungkin karena sudah terlalu lapar dia.
Setelah makan, kita mampir ke tempat main bowling. Abis main bowling tante Marie mengajakku mampir ke rumahnya. Tante Marie tinggal sendiri di apartment di kawasan Taman Anggrek. Dia memutuskan untuk tinggal sendiri karena alasan pribadi juga. Ayah dan ibu tante Marie sendiri tinggal di bogor. Saat itu aku tidak tau apa pekerjaan sehari-hari tante Marie, yang tante Marie tidak pernah merasa kekurangan materi.
Apartment tante Marie lumayan bagus dengan tata interior yang classic. Disana tidak ada siapa-siapa yang tinggal disana selain tante Marie. Jadi aku bisa maklum apabila tante Marie sering keluar rumah. Pasti jenuh apabila tinggal sendiri di apartment.
''Anggap rumah sendiri Bernas. Jangan malu-malu. Kalau mau minum ambil aja sendiri yah.''
''Kalau begitu, Bernas mau yang ini.'' sambil menunjuk botol Hennessy v.s.o.p yang masih disegel.
''Kagak boleh, masih di bawah umur kamu.'' cegah tante Marie.
''Tapi Bernas sudah umur 17 tahun. Mestinya ngak masalah'' jawabku dengan bermaksud membela diri.
''Kalau kamu memaksa yang sudah. Tapi jangan buka yang baru, tante punya yang sudah dibuka botolnya.''
Tiba-tiba suara tante Marie menghilang dibalik master bedroomnya. Aku menganalisa ruangan sekitarnya. Banyak lukisan-lukisan dari dalam dan luar negeri terpampang di dinding. Lukisan dalam negerinya banyak yang bergambarkan wajah-wajah cantik gadis-gadis Bali. Lukisan yang berbobot tinggi, dan aku yakin pasti bukan barang yang murahan.
''Itu tante beli dari seniman lokal waktu tante ke Bali tahun lalu'' kata tante Marie memecahkan suasana hening sebelumnya.
''Bagus tante. High taste banget. Pasti mahal yah?!'' jawabku kagum
''Ngak juga sich. Tapi tante tidak pernah menawar harga dengan seniman itu, karena seni itu mahal. Kalau tante tidak cocok dengan harga yang di tawarkan, tante pergi saja.''
Aku masih menyibukkan diri mengamati lukisan yang ada, dan tante Marie tidak bosan menjelaskan arti dari lukisan-lukisan tersebut. Tante Marie ternyata memiliki kecintaan tinggi terhadap seni lukis.
''Ok deh. Kalau begitu Bernas mau pamit pulang dulu tante. Dan hampir jam 11 malam. Tante istirahat aja dulu yah.'' kataku.
''Ehmm.. tinggal dulu aja disini. Tante juga masih belum ngantuk. Temanin tante bentar yah.'' mintanya sedikit memohon.
Aku juga merasa kasihan dengan keadaan tante Marie yang tinggal sendiri di apartment itu. Jadi aku memutuskan untuk tinggal 1 atau 2 jam lagi, sampai tante Marie sudah ingin tidur.
''Kita main UNO yuk?!'' ajak tante Marie.
''Apa itu UNO?!'' tanyaku penasaran.
''Walah kamu ngak pernah main UNO yah?'' tanya tante Marie. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
''Wah kamu kampung boy banget sich.'' canda tante Marie. Aku hanya memasang tampak cemberut canda.
Tante Marie masuk ke kamarnya lagu untuk membawa kartu UNO, dan kemudian masuk ke dapur mempersiapkan hidangan bersama minuman. Tante Marie membawa kacang mente asin, segelas wine merah, dan 1 gelas Hennessy v.s.o.p on rock (pake es batu). Setelah mengajari aku cara bermain UNO, kamipun mulai bermain-main santai sambil makan kacang mente. Hennesy yang aku teguk benar-benar keras, dan baru 2 atau 3 teguk badanku terasa panas sekali. Aku biasanya hanya dikasih 1 sisip oleh ayah, tapi ini sekarang aku minum sendirian.
Kepalaku terasa berat, dan mukaku panas. Melihat kejadian ini, tante Marie menjadi tertawa, dan mengatakan bahwa aku bukan bakat peminum. Terang saja, ini baru pertama kalinya aku minum 1 gelas Hennessy sendirian.
''Tante, anterin Bernas pulang yah. Kepala Bernas rada berat.''
''Kalau begitu stop minum dulu, biar ngak tambah pusing.'' jawab tante Marie.
Aku merasa tante Marie berusaha mencegahku untuk pulang ke rumah. Tapi lagi-lagi, aku seperti sapi dicucuk hidungnya, apa yang tante Marie minta, aku selalu menyetujuinya. Melihat tingkahku yang suka menurut, tante Marie mulai terlihat lebih berani lagi. Dia mengajakku main kartu biasa saja, karena bermain UNO kurang seru kalau hanya berdua. Paling tepat untu bermain UNO itu berempat.
Tapi permainan kartu ini menjadi lebih seru lagi. Tante mengajakku bermain blackjack, siapa yang kalah harus menuruti permintaan pemenang. Tapi kemudian tante Marie ralat menjadi 'Truth & Dare' game. Permainan kami menjadi seru dan terus terang aja tante Marie sangat menikmati permainan 'Truth & Dare', dan dia sportif apabila dia kalah. Pertama-tama bila aku menang dia selalu meminta hukuman dengan 'Truth' punishment, lama-lama aku menjadi berani menanyakan yang bukan-bukan. Sebaliknya dengan tante Marie, dia lebih suka memaksa aku untuk memilih 'Dare' agar dia bisa lebih leluasa mengajariku. Dari yang disuruh pushup 1 tangan, menari balerina, menelan es batu seukuran bakso, dan lain-lain. Mungkin juga tidak ada pointnya buat tante Marie menanyakan the 'Truth' tentang diriku, karena kehidupanku terlihat lurus-lurus saja menurutnya.
Ini adalah juga kesempatan untuk menggali the 'Truth' tentang kehidupan pribadinya. Aku pun juga heran kenapa aku menjadi tertarik untuk mencari tahu kehidupannya yang sangat pribadi. Mula-mula aku bertanya tentang mantan tunangannya, kenapa sampai batal pernikahannya. Sampai pertanyaan yang menjurus ke seks seperti misalnya kapan pertama kali dia kehilangan keperawanan. Semuanya tanpa ragu-ragu tante Marie jawab semua pertanyaan-pertanyaan pribadi yang aku lontarkan.
''Kini permainan kami semakin wild dan berani. Tante Marie mengusulkan untuk mengkombinasikan 'Truth & Dare' dengan 'Strip Poker'. Aku pun semakin bergairah dan menyetujui saja usul tante Marie.
''Yee, tante menang lagi. Ayo lepas satu yang menempel di badan kamu.'' Kata tante Marie dengan senyum kemenangan.
''Jangan gembira dulu tante, nanti giliran tante yang kalah. Jangan nangis loh yah kalau kalah.'' jawabku sambil melepas kaus kakiku.
Selang beberapa lama... ''Nahhh, kalah lagi... kalah lagi... lepas lagi.. lepas lagi.'' Tante Marie kelihatan gembira sekali. Kemudian aku melepas kalung emas pemberian ibu yang aku kenakan.
''Ha ha ha.. two pairs, punya tante one pair. Yea yes... tante kalah sekarang. Ayo lepas lepas...'' candaku sambil tertawa gembira.
''Jangan gembira dulu. Tante lepas anting tante.'' jawab tante sambil melepas anting-anting yang di kenakannya.
Aku makin bernapsu untuk bermain. Mungkin untuk melihat tante Marie bugil juga. Aku pengen sekali menang terus.
''Full house.. yeaaahh... kalah lagi tante. Ayo lepas.. ayo lepas..''. Aku kini menari-nari gembira.
Terlihat tante Marie melepas jepit rambut merahnya, dan aku segera saja protes ''Loh, curang kok lepas yang itu?''.
''Loh, kan peraturannya lepas semuanya yang menempel di tubuh. Jepit tante kan nempel di rambut dan rambut tante melekat di kepala. Jadi masih dianggap menempel dong.'' jawabnya membela.
Aku rada gondok mendengar pembelaan tante Marie. Tapi itu menjadikan darahku bergejolak lebih deras lagi.
''Straight.. Bernas.. one pair.. Yes tante menang. Ayo lepas! jangan malu-malu!'' seru tante Marie girang. Aku pun segera melepas jaket yang aku kenakan. Untung aku selalu memakai jaket tipis biar keluar malam. Lihatlah pembalasanku, kataku dalam hati.
''Bernas Three of a kind.. tante.. one pair.. ah... lagi-lagi tante kalah'' sindirku sambil tersenyum. Dan tanpa diberi aba-aba dan tanpa malu-malu, tante melepas baju atasannya. Aku serentak menelan ludah, karena baju atasan tante telah terlepas dan kini yang terlihat hanya BH putih tante. Belahan payudaranya terlihat jelas, putih bersih. Bernas junior dengan serentak langsung menegang, dan kedua mataku terpaku di daerah belahan dadanya.
''Hey, lihat kartu donk. Jangan liat disini.'' canda tante sambil menunjuk belahan dadanya. Aku kaget sambil tersenyum malu.
''Yes Full House, kali ini tante menang. Ayo buka.. buka''. Tampak tante Marie girang banget dia bisa menang. Kali ini aku lepas atasanku, dan kini aku terlanjang dada.
''Ck ck ck... pemain basket nih. Badan kekar dan hebat. Coba buktikan kalau hokinya juga hebat.'' sindir tante Marie sambil tersenyum.
Setelah menegak habis wine yang ada di gelasnya, tante Marie kemudian beranjak dari tempat duduknya menuju ke dapur dengan keadaan dada setengah terlanjang. Tak lama kemudian tante Marie membawa sebotol wine merah yang masijh 3/4 penuh dan sebotol v.s.o.p yang masih 1/2 penuh.
''Mari kita bergembira malam ini. Minum sepuas-puasnya.'' ucap tante Marie.
Kami saling bertos ria kemudian melanjutkan kembali permainan strip poker kami.
''yesss...'' seruku dengan girangnya pertanda aku menang lagi.
tanpa disuruh, tante Marie melepas rok mininya dan aduhaiii, kali ini tante Marie hanya terlihat mengenakan BH dan celana dalam saja. Malam itu dia mengenakan celana dalam yang kecil imut berwarna pink cerah. Tidak tampak ada bulu-bulu pubis disekitar selangkangnya.
Aku sempat berpikir apakah tante Marie mencukur semua bulu-bulu pubisnya.
Muka tante Marie sedikit memerah. Kulihat tante Marie sudah menegak abis gelas winenya yang kedua. Apakah dia berniat untuk mabuk malam ini? Aku kurang sedikit perduli dengan hal itu. Aku hanya bernafsu untuk memenangkan permainan strip poker ini, agar aku bisa melihat tubuh terlanjang tante Marie.
''Yes, Yes, Yes...'' senyum kemenangan terlukis indah di wajahku.
Tante Marie kemudian memandang wajahku selang beberapa saat, dan berkata dengan nada genitnya ''sekarang Bernas tahan napas yah. Jangan sampai seperti kesetrum listrik loh''. Kali ini tante melepaskan BHnya dan serentak jantungku ingin copot. Benar apa kata tante Marie, aku seperti terkena setrum listrik bertegangan tinggi. Dadaku sesak, sulit bernapas, dan jantungku berdegup kencang. inilah pertama kali aku melihat payudara wanita dewasa secara jelas di depan mata. Payudara tante Marie sungguh indah dengan putingnya yang berwarna coklat muda menantang.
''Aihh Bernas, ngapain liat susu tante terus. Tante masih belum kalah total. Mau lanjut ngak?'' tanya tante Marie. Aku hanya bisa menganggukkan kepala pertanda 'iya'.
''Pertama kali liat susu cewek yah? ketahuan nih. Dasar genit kamu.'' tambah tante Marie lagi. Aku sekali lagi hanya bisa mengangguk malu.
Aku menjadi tidak berkonsentrasi bermain, mataku sering kali melirik kedua payudaranya dan selengkapnya. Aku penasaran sekali ada apa di balik celana dalam pinknya itu. tempat dimana menurut teman-teman sekolah adalah surga dunia para lelaki. Aku ingin melihat bentuknya dan kalau bisa memegang atau meraba-raba.
Akibat tidak berkonsentrasi main, kali ini aku yang kalah, dan tante Marie meminta aku melepas celana yang aku kenakan. Kini aku terlanjang dada dengan hanya mengenakan celana dalam saja. Tante Marie hanya tersenyum-senyum saja sambil menegak winenya lagi. Aku sengaja menolak tawaran tante Marie untuk menegak v.s.o.p -nya, dengan alasan takut pusing lagi.
Karena kami berdua hanya tinggal 1 helai saja di tubuh kami, permainan kali ini ada finalnya. Babak penentuan apakah tante Marie akan melihat aku terlanjang bulat atau sebaliknya. Aku berharap malam itu malaikat keberuntungan berpihak kepadaku.
Ternyata harapanku sirna, karena ternyata malaikat keberuntungan berpihak kepada tante Marie. Aku kecewa sekali, dan wajah kekecewaanku terbaca jelas oleh tante Marie.
Sewaktu aku akan melepas celana dalamku dengan malu-malu, tiba-tiba tante Marie mencegahnya.
''Tunggu Bernas. Tante ngak mau celana dalammu dulu. Tante mau Dare bernas dulu, Ngak seru kalau gamenya cepat habis kayak begini'' kata tante Marie.
Setelah ,meneguk winenya lagi, tante Marie terdiam sejenak kemudian tersenyum genit. Senyum genitnya ini lebih menantang daripada yang sebelum-sebelumnya.
''Tante Dare Bernas untuk... hmmm... cium bibir tante sekarang.'' tantang tante Marie.
''Ahh, yang benar tante?;; tanyaku.
''Iya benar, kenapa ngak mau? jijik sama tante?'' tanya tante Marie.
''Bukan karena itu. Tapi... Bernas belum pernah soalnya.'' Jawabku malu-malu.
''Iya udah, kalau begitu cium tante donk. Sekalian pelajaran pertama buat bernas.'' kata tante Marie.
Tanpa berpikir ulang, aku mulai mendekatkan wajahku ke wajah tante Marie. Tante Marie kemudian memejamkan matanya. Pertamanya aku hanya menempelkan bibirku ke bibir tante Marie. tante Marie diam sebentar, tak lama kemudian bibirnya mulai melumat-lumat bibirku perlahan-lahan. Aku mulai merasakan bibirku mulai basah oleh air liur tante Marie. Bau wine merah sempat tercium di hidungku.
Aku pun tidak mau kalah, aku berusaha menandinginya dengan membalas lumatan bibir tante Marie. Maklum ini baru pertama, jadi aku terkesan seperti anak kecil yang sedang melumat-lumat ice cream. Selang beberapa saat, aku kaget dengan tingkah baru tante Marie. Tante Marie dengan serentak menjulurkan midahnya masuk ke dalam mulutku. Anehnya aku tidak merasa jijik sama sekali, malah senang dibuatnya. Aku temukan lidahku dengan lidah tante Marie, dan kini lidah kami kemudian saling berperang di dalam mulutku dan terkadang pula di dalam mulut tante Marie.
Kami saling berciuman bibir dan lidah kurang lebih 5 menit lamanya. Nafsuku sudah tak karuan, dan kupingku panas di buatnya. Tante Marie seakan-akan menikmati betul ciuman ini. Nafas tante Marie pun masih bisa teratur, tidak ada tanda sedikitpun kalau dia terangsang.
''Sudah cukup dulu. Ayo kita sambung lagi pokernya'' ajak tante Marie.
Aku pun mulai mengocok kartunya, dan pikiranku masih terbayang saat kita berciuman. Aku ingin sekali mencium bibir lembutnya. Kali ini aku menang, dan terang saja aku meminta jatah sekali lagi berciuman dengannya. Tante Marie menurut saja permintaanku ini, dan kami pun saling berciuman lagi. Tapi kali ini hanya sekitar 2 atau 3 menit saja.
''Udah ah, jangan ciuman terus donk. Ntar Bernas bosan sama tante.'' candanya
''Masih belum bosan tante. Ternyata asik juga yah ciuman.'' jawabku.
''Kalau ciuman terus kurang asyik, kalau mau sich..'' seru tante Marie kemudian terputus. Kalimat tante Marie ini masih menggantung bagiku, seakan-akan dia ingin mengatakan sesuatu yang menurutku sangat penting. Aku terbayang-bayang untuk bermain 'gila' dengan tante Marie malam itu.
Aku semakin berani dan menjadi sedikit tau diri. Aku punya perasaan kalau tante ini sengaja mengalah dalam permainan poker malam itu. Terang aja aku menang lagi kali ini. Aku sudah terburu nafsuku sendiri, dan aku sangat memanfaatkan situasi yang sedang berlangsung.
''Bernas menang lagi tuh. Jangan minta ciuman lagi yah. Yang lain dunk...'' sambut tante Marie sambil menggaoda.
''hmmm... apa yah. pikirku sejenak.
''Gini aja, Bernas pengen emut-emut susu tante Marie.'' jawabku tidak tau malu.
Ternyata wajah tante Marie tidak tampak kaget atau marah, malah balik tersenyum kepadaku sambil berkata ''Sudah tante tebak apa yang ada di dalam pikiran kamu, Bernas.''
''Boleh kan tante?!'' tanyaku penasaran. Tante Marie hanya mengangguk pertanda setuju.
Kemudian aku dekatkan wajahku ke payudara sebelah kanan tante Marie. Bau parfum yang menempel di tubuhnya tercium jelas di hidungku. Tanpa ragu-ragu aku mulai mengulum puting susu tante Marie dengan lembut. Kedua telapak tanganku berpijak mantap diatas karpet ruang tamu tante Marie, memberikan fondasi kuat agar wajahku tetap bebas menelusuri payudara tante Marie. Aku kulum bergantian puting kanan dan puting kirinya. kuluman yang tante Marie dapatkan dariku memberikan sensasi terhadap tubuh tante Marie. Dia tampak menikmati setiap hisapan-hisapan dan jilatan-jilatan di puting susunya. Nafas tante Marie perlahan-lahan semakin memburu, dan terdengar desahan dari mulutnya. Kini aku bisa memastikan bahwa Marie saat ini sedang terangsang atau istilahg modern-nya 'horny'
''Bernasss.... kamu nakal banget sich! .. haaahhh .... Tante kamu apain?'' bisik tante Marie dengan nada terputus-putus. Aku tidak mengubris kata-kata tante Marie, tapi malah semakin bersemangat memainkan kedua puting susunya. Tante Marie tidak memberikan perlawanan sedikitpun, malah seolah-olah seperti memberikan lampu hijau kepadaku untuk melakukan hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya.
Aku mencoba mendorong tubuh tante Marie perlahan-lahan agar dia terbaring di atas karpet, ternyata tante ani tidak menahan/menolak, bahkan tante Marie hanya pasrah saja. Setelah tubuhnya terbaring diatas karpet, aku menghentikan serangan gerilyaku terhadap payudara tante Marie. Aku perlahan-lahan menciumi leher tante Marie, dan oh my, wangi betul leher tante Marie. Tante Marie memejamkan matanya, dan tidak berhenti-hentinya mendesah. Aku jilat lembut telinganya, memberikan sensasi dan getaran yang berbeda terhadap tubuhnya. Aku tidak mengerti mengapa malam itu seakan-akan tau apa yang harus aku lakukan, padahal ini baru pertama kali seumur hidup menghadapi suasana seperti ini.
Kemudian aku melandaskan kembali bibirku di atas bibir tante Marie, dan kami kembali berciuman mesra sambil berperang lidah di dalam mulutku terkadang di dalam mulut tante Marie. Tanganku tidak tinggal diam. Telapak tangan kiriku menjadi bantal untuk kepala belakang tante Marie, sedangkan tangan kananku meremas-remas payudara kiri tante Marie.
Tubuh tante Marie seperti cacing kepanasan. Nafasnya terengah-engah, dan dia tidak berkonsentrasi lagi berciuman denganku. Tanpa diberi komando, tante Marie tiba-tiba melepas celana dalamnya sendiri. Mungkin saking 'horny'-nya, otak tante Marie memberikan instinct bahwa sadar kepadanya untuk segera melepas celana dalamnya.
Aku ingin sekali melihat kemaluan tante Marie saat itu, namun tante Marie tiba-tiba menarik tangan kananku untuk mendarat di kemaluannya.
''Alamak ...'', pikirku kaget. Ternyata kemaluan/memek tante Marie mulus sekali. Ternyata semua bulu jembut tante Marie di cukur habis olehnya. Dia menuntun jari tengahku untuk memainkan daging mungil yang menonjol di memeknya. Para pembaca pasti tau nama daging mungil ini yang aku maksudkan itu. Secara umum daging mungil itu dinamakan biji etil atau biji etel atau itil saja. Aku putar-putar itil tante Marie berotasi searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Kini memek tante Marie mulai basah dan licin.
''Bernes... kamu yah... aaaahhhh... kok berani sama tante?'' tanya tante Marie terengah-engah.
''Kan tante yang suruh tangan bernes kesini?'' jawabku.
''Masa sich... tante lupa... aaaahhhh Bernas... Bernasssss.... kamu kok nakal?'' tanya tante Marie lagi.
''Nakal tapi tante suka kan?'' candaku gemas dengan tingkah tante Marie.
''Iya.... nakalin tante pleaseee....'' suara tante Marie mulai serak-serak basah.
Aku tetap memainkan itil tante Marie, dan ini membuatnya semakin menggeliat hebat, Tak lama kemudian tante Marie menjerit kencang seakan-akan terjadi gempa bumi saja. tubuhnya mengejang dan kuku-kuku jarinya sempat mencakar bahuku. Untung saja tante Marie bukan tipe wanita yang suka merawat kuku panjang, jadi cakaran tante Marie tidak sakit buatku.
''Bernassss... tante datanggg uhhh oohhh...'' erang tante Marie. Aku yang masih hijau waktu itu kurang mengerti apa arti kata 'datang' waktu itu. Yang pasti setelah mengatakan kalimat itu, tubuh tante Marie lemas dan nafasnya terngah-engah.
Dengan tanpa di beri aba-aba, aku lepas celana dalamku yang masih saja menempel. Aku sudah lupa sejak kapan batang penisku tegak. Aku siap menikmati tubuh tante Marie, tapi sedikit ragu, karena takut akan di tolak oleh tante Marie. Keragu-raguanku ini terbaca oleh tante Marie. Dengan lembutnya tante Marie berkata, ''Bernas, kalau pengen tidurin tante, mendingan cepetan deh, sebelum gairah tante habis. Tuh lihat penis Bernas dah tegak kayak besi. Sini tante pegang apa dah panas.''
Aku berusaha mengambil posisi diatas tubuh tante. Gaya bercinta tradisional. Perlahan-lahan kuarahkan batang penisku ke mulut vagina tante Marie, dan kucoba dorong penisku perlahan-lahan. Ternyata tidak sulit menembus pintu kenikmatan milik tante Marie. Mungkin karena basahnya dinding-dinding vagina tante Marie yang memuluskan jalan masuk pintu penisku, juga karena mungkin sudah beberapa batang penis yang telah masuk di dalam sana.
''Uhh... ooohhh... Bernas...'' desah tante Marie.
Aku coba mengocok-kocok vagina tante Marie dengan penisku dengan memaju-mundurkan pinggulku. Tante Marie terlihat semakin 'horny' dan mendesah tak karuan.
''Bernasss... Bernassss... aduhhhh Bernassss... geliii tante... uhhh.... oohhhh....'' desah tante Marie.
Disaat aku sedang asyik memacu tubuh tante Marie, tiba-tiba aku disadarkan oleh permintaan tante Marie, sehingga aku berhenti sejenak.
''Bernasss... kamu udah mau keluar belum...'' tanya tante Marie.
''Belum sich tante... mungkin beberapa saat lagi...'' jawabku serius.
''Nanti dikeluarin di luar ya, jangan di dalam. Tante mungkin lagi subur sekarang, dan tante lupa suruh kamu pake pengaman. Lagian tante ngak punya stock pengaman sekarang. Jadi jangan di keluarin di dalam yah.'' pinta tante Marie.
''Beres tante.'' jawabku.
''Ok deh... sekarang jangan diam.... goyangin lagi dunk...'' canda tante Marie genit.
Tanpa menunda banyak waktu lagi, aku lanjutkan kembali permainan kami. Aku bisa merasakan vagina tante Marie semakin basah saja, dan aku pun bisa melihat bercak-bercak lendir di sekitar bulu jembutku.
Aku mulai berkeringat di punggung belakangku. Muka dan telingaku panas. Tante Marie pun sama. Suara erangan dan desahan-nya makin terdengar panas saja di telingaku. Aku tidak menyadari bahwa aku sudah berpacu dengan tante Marie 20 menit lamanya. Tanda-tanda akan adanya sesuatu yang bakalan keluar dari penisku semakin mendekat saja.
''Bernasss... ampunnn Bernass... penisnya kok kayak besi saja... ngak ada lemasnya dari tadi... tante geliii banget nihhh...'' kata tante Marie.
''Tante... Bernass dah sampai ujung nih...'' kataku sambil mempercepat goyangan pinggulku.
Puting tante Marie semakin terlihat mencuat menantang, dan kedua payudara pun terlihat mengeras. Aku mendekatkan wajahku ke wajah tante Marie, dan bibir kami saling berciuman. Aku julur-julurkan lidahku ke dalam mulutnya, dan lidah kami saling berperang di dalam. Posisi bercinta kami tidak berubah sejak tadi. Posisiku tetap di atas tubuh tante Marie.
Aku percepat kocokan penisku di dalam vagina tante Marie. Tante Marie sudah mejerit-jerit dan meracau tak karuan saja.
''Bernas... tante datang... uhhh... ahhh...'' jerit tante Marie sambil memeluk erat tubuhku. Ini pertanda tante Marie telah 'orgasme'.
Aku pun juga sama, lahar panas dari dalam penisku sudah siap akam menyembur keluar. Aku masih ingat pesan tante Marie agar spermaku dilepas keluar dari vagina tante Marie.
''Tante... Bernassss datangggg...'' jeritku panik. Kutarik penisku dari dalam vagina tante Marie, dan penisku memuncratkan spermanya di perut tante Marie. saking kencangnya, semburan spermaku sampai di dada dan leher tante Marie.
''Ahhh.... ahhh... ahhh...'' suara jeritan kepuasanku.
''Idihhh... kamu kecil-kecil tapi spermanya banyak banget sich...'' canda tante Marie. Aku hanya tersenyum saja. Aku tidak sempat mengomentari candaan tante Marie.
Setelah semua sperma telah tumpah keluar, aku merebahkan tubuhku di samping tubuh tante Marie. Kepalaku masih teriang-iang dan nafasku masih belum stabil. Mataku melihat ke langit-langit apartment tante Marie. Aku baru saja menikmati yang namanya surga dunia.
Tante kemudian memelukku manja dengan posisi kepalanya di atas dadaku. Bau harum rambutnya tercium oleh hidungku.
''Bernas puas ngak?'' tanya tante Marie.
''Bukan puas lagi tante... tapi Bernas seperti baru saja masuk ke surga'' jawabku.
''Emang vagina tante surga yah?'' canda tante Marie.
''Boleh dikatakan demikian.'' jawabku percaya diri.
''Kalau tante puas ngak?'' tanyaku penasaran.
''Hmmm... coba kamu pikir sendiri saja.... yang pasti vagina tante sekarang ini masih berdenyut-denyut rasanya. Diapain emang sama Bernas?'' tanya tante marie manja.
''Anuuu... Bernas kasih si Bernas junior... tuh tante liat jembut Bernas banyak bercak-bercak lendir. Itu punya dari vagina tante tuh, Banjir keluar tadi.'' kataku.
''Idihhh... Mana mungkin...'' bela tante Marie sambil mencubit penisku yang sudah mulai loyo.
''Bernas sering-sering datang ke rumah tante saja. Nanti kita main poker lagi. Mau kan?'' pinta tante Marie.
''Sippp tante.'' jawabku serentak girang.
Malam itu aku nginap di rumah tante Marie. Kesokan harinya aku langsung pulang ke rumah. Aku sempat minta jatah 1 kali lagi dengan tante Marie, namun ajakanku ditolak halus olehnya karena alasan dia ada janji dengan teman-temannya.
Sejak saat itu aku menjadi teman seks gelap tante Marie tanpa sepengetahuan orang lain terutama ayah dan ibu. Tante Marie senang bercinta yang bervariasi dan dengan lokasi yang bervariasi pula selain apartemantnya sendiri. Kadang bermain di mobilnya, di motel kilat yang hitungan charge-nya perjam, di ruang VIP spa kecantikan ibuku (ini aku berusaha keras untuk menyelinap agar tidak di ketahui oleh para pegawai disana). Tante marie sangat menyukai dan menikmati seks. Menurut tante Marie seks dapat membuatnya merasa enak secara jasmani dan rohani, belum lagi seks yang teratur sangatlah baik untuk kesehatan. Dia pernah menceritakan kepadaku tentang rahasia awet muda bintang film hollywood tersehor bernama Elizabeth Taylor, yah jawabannya hanya singkat saja yaitu seks dan diet yang teratur.
Tante Marie paling suka 'bermain' tanpa kondom. Tapi dia pun juga tidak ingin memakai sistem pil sebagai alat kontrasepsi karena dia sempat alergi saat pertama mencoba minum pil kontrasepsi. Jadi dia saat subur, aku diharuskan memakai kondom. Di saat setelah selesai masa menstruasinya, ini adalah saat dimana kondom boleh dilupakan untuk sementara dulu dan aku bisa sepuasnya berejakulasi di dalam vaginanya. Apabila disaat subur dan aku/tante Marie lupa menyetok kondom, kita masih saja nekat bermain tanpa kondom dengan berejakulasi di luar (meskipun ini rawan kehamilannya tinggi juga).
Hubungan gelap ini sempat berjalan hampir 4 tahun lamanya. Aku sempat memiliki perasaan cinta terhadap tante Marie. Maklum aku masih tergolong remaja/pemuda yang gampang terbawa emosi. Namun tante Marie menolaknya dengan halus karena apabila hubunganku dengan tante marie bretambah serius, banyak pihak luar yang akan mencaci-maki atau mengutuk kami. Tate Marie sempat menjauhkan diri setelah aku mengatakan cinta kepadanya sampai aku benar-benar 'move on' darinya. Aku lumayan patah hati waktu itu (hampir 1,5tahun), tapi aku masih memiliki akal sehat yang mengontrol perasaan sakit hatiku. Saat itu pula aku cuti 'bermain' dengan tante Marie.
Saat ini aku masih berhubungan baik dengan tante marie. Kami kadang-kadang menyempatkan diri untuk 'bermain' 2 minggu sekali atau kadang-kadang 1 bulan sekali. Tergantung dari mood kami masing-masing. Tante Marie sampai sekarang masih single. Aku untuk sementara ini juga masih single. Aku putus pacarku sekitar 6 bulan yang lalu. Sejak putus dengan pacarku, tante marie sempat menjadi pelarianku, terutama pelarian seks. Sebenarnya ini tidak benar dan kasihan tante marie, namun tante Marie seperti mengerti tingkah laku lelaki yang sedang patah hati pasti akan mencari seorang pelarian. Jadi tante Marie tidak pernah merasa bahwa dia adalah pelarianku, tapi sebagai seorang teman membantu meringankan beban perasaan temannya.
Sewaktu pintu rumah dibuka oleh pembantu, suara tante Marie menyapanya. Aku hanya duduk bermalas-malasan di sofa ruang tamu sambil nonton acara TV. Tiba-tiba aku disapanya.
''Bernas kok ngak ikut papa mama ke Bandung?'' tanya tante Marie.
''Kalau ke Bandung sih bernas malas, tante. kalau ke singapura bernas mau ikut,'' jawabku santai.
''Yah kapan-kapan aja ikut tante ke singapore. tante ada apartment disana'' tungkas tante Marie.
Aku pun hanya menjawab apa adanya ''ok deh. Ntar kita pergi rame-rame aja. Tante ada perlu apa dengan mama? Nyusul aja ke Bandung kalau penting.''
''Kagak ada sih. Tante cuman pengen ajak mamamu makan aja. Yah sekarang tante bakalan makan sendirian nih. Bernas mau ikut ngak temanin tante?''.
''Emang tante mau makan dimana?
''Tante sich mikir Pizza hut.
''Malas akh ogah kalau Pizza Hut.
''Trus bernas maunya pengen makan apa?
''Makan di muara karang aja tante. Di sana kan banyak pilihan, ntar kita pilih aja yang kita mau.
''Oke deh. Mau cabut jam berapa?
''Entaran aja tante. Bernas masih belum lapar. Jam 7 aja berangkat. Tante duduk aja dulu.
Kami berdua nonton bersebelahan di sofa yang empuk. Sore itu tante Marie baju yang lumayan sexy. Dia memakai rok ketat sampai 10 cm di atas lutut, dan atasnya memakai baju berwarna orange muda tanpa lengan dengan bagian dada atas terbuka (kira-kira antara 12 sampai 15cm kebawah dari pangkalan lehernya). Kaki tante Marie putih mulus, tanpa ada bulu kaki 1 helai pun. Mungkin karena dia rajin bersalon ria di salon ibu, paling tidak semunggu 2 kali. Bagian dada atasnya juga putih mulus. Kami nonton TV dengan acara/channel seadanya saja sambil menunggu sampai jam 7 malam. Kami juga kadang-kadang ngobrol santai, kebanyakan tante Marie suka bertanya tentang kehidupan sekolahku sampai menanyakan tentang kehidupan cintaku di sekolah. Aku mengatakan kepada tante Marie bahwa saat itu masih belum mau terikat dengan masalah percintaan jama SMA. Kalau naksir sich ada, cuma aku tidak sampai menganggap terlalu serius.
Semakin lama kami berbincang-bincang, Tubuh tante Marie semakin mendekat ke arahku. Bau parfum chanel yang dia pakai mulai tercium jelas di hidungku. Tapi aku tidak mempunyai pikiran apa-apa saat itu.
Tiba-tiba tante Marie berkata, ''Bernas, kamu suka dikitik-kitik ngak kupingnya?''.
''Huh? mana enak?'' tanyaku.
''Mau tante kitik kuping Bernas?'' tante Marie menawarkan?
''hmmm... boleh saja. Mau pake cuttonbud?'' tanyaku sekali lagi.
''Ga usah, pake bulu kemucing itu aja'' tundas tante Marie.
''Idih jorok nih tante. Itu kan kotor. Abis buat bersih-bersih sama mbak.'' jawabku spontan.
''Alahh sok bersihan kamu Bernas. Kan cuma ambil 1 helai bulunya saja. Lagian kamu masih belum mandi kan? Jorok mana hayoo!'' tangkas tante Marie.
''Percaya tante deh, kamu pasti demen. Sini baring kepalanya di paha tante.'' lanjutnya.
Seperti sapi dicucuk hidungnya, aku menurut saja dengan tikah pola tante Marie. Ternyata memang benar adanya, telinga 'dikitik-kitik' dengan bulu kemucing benar-benar enak tiada tara. Baru kali itu aku merasakan enaknya, serasa nyaman dan pengen tidur aja jadinya. Dan memang benar, aku jadi tertidur sampai jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat. Suara lembut membisikkan telingaku.
''Bernas, bangun yuk. Tante dah lapar nih.'' Kata tante.
''Erghhhhmmmm.. jam berapa sekarang tante.'' tanyaku dengan mata yang masih setengah terbuka.
''Udah jam 7 lewat Bernas. Ayo bangun, tante dah lapar. Kamu dari tadi asyik tidur tinggalin tante. Kalau udah enak jadi lupa orang kamu yah.'' Kata tante sambil mengelus lembut rambutku.
''Masih ngantuk nih tante.. makan di rumah aja yah? suruh mbak masak atau beli mie ayam di dekat sini.''
''Ahhh ogah, tante pengen jalan-jalan juga kok. Bosen dari tadi bengong disini.''
''Oke oke, kasih Bernas lima menit lagi deh tante.'' mintaku.
''Kagak boleh. Tante dah lapar banget, mau pingsan dah.''
Sambil malas-malasan aku bangun dari sofa. Kulihat tante Marie sedang membenarkan posisi roknya kembali. Alamak gaya tidurku kok jelek sekali sih sampe-sampe rok tante Marie tersingkap tinggi banget. Berarti dari tadi aku tertidur di atas paha mulus tante Marie, begitulah aku berpikir. Ada rasa senang juga di dalam hati.
Setelah mencuci muka, ganti pakaian, kita berdua berpamitan kepada pembantu di rumah kalau kita akan makan keluar. Aku berpesan kepada pembantu agat jangan menunggu aku pulang, karena aku yakin kita pasti bakal lama. Jadi aku membawa kunci rumah, untuk berjaga-jaga apabila pembantu rumah sudah tertidur.
''Nih kamu yang setir mobil tante dong.''
''Ogah ah, Bernas cuman mau setir Baby Benz tante. Kalau yang ini malas ah.'' candaku. Waktu itu tante Marie membawa sedan honda, bukan mercedes-nya.
''Belagu banget kamu. Kalau ngak mau setir ini, bawa benz-nya mama.'' balas tante Marie.
''No way.. bisa di gantung ogut sama papa mama.'' jawabku.
''Iya udah kalau gitu setir ini dong.'' jawab tante Marie sambil tertawa kemenangan.
Mobil melaju menyusuri jalan-jalan kota jakarta. Tante Marie seperti bebek saja, ngak pernah stop ngomong and gosipin teman-temannya. Aku jenuh banget yang mendengar. Dari yang cerita pacar teman-temannya lah, sampai ke mantan tunangannya. Sesampai di daerah muara karang, aku memutuskan untuk makan bakmi bebeknya yang tersohor disana. Untung tante Marie tidak protes dengan pilihan saya, mungkin karena sudah terlalu lapar dia.
Setelah makan, kita mampir ke tempat main bowling. Abis main bowling tante Marie mengajakku mampir ke rumahnya. Tante Marie tinggal sendiri di apartment di kawasan Taman Anggrek. Dia memutuskan untuk tinggal sendiri karena alasan pribadi juga. Ayah dan ibu tante Marie sendiri tinggal di bogor. Saat itu aku tidak tau apa pekerjaan sehari-hari tante Marie, yang tante Marie tidak pernah merasa kekurangan materi.
Apartment tante Marie lumayan bagus dengan tata interior yang classic. Disana tidak ada siapa-siapa yang tinggal disana selain tante Marie. Jadi aku bisa maklum apabila tante Marie sering keluar rumah. Pasti jenuh apabila tinggal sendiri di apartment.
''Anggap rumah sendiri Bernas. Jangan malu-malu. Kalau mau minum ambil aja sendiri yah.''
''Kalau begitu, Bernas mau yang ini.'' sambil menunjuk botol Hennessy v.s.o.p yang masih disegel.
''Kagak boleh, masih di bawah umur kamu.'' cegah tante Marie.
''Tapi Bernas sudah umur 17 tahun. Mestinya ngak masalah'' jawabku dengan bermaksud membela diri.
''Kalau kamu memaksa yang sudah. Tapi jangan buka yang baru, tante punya yang sudah dibuka botolnya.''
Tiba-tiba suara tante Marie menghilang dibalik master bedroomnya. Aku menganalisa ruangan sekitarnya. Banyak lukisan-lukisan dari dalam dan luar negeri terpampang di dinding. Lukisan dalam negerinya banyak yang bergambarkan wajah-wajah cantik gadis-gadis Bali. Lukisan yang berbobot tinggi, dan aku yakin pasti bukan barang yang murahan.
''Itu tante beli dari seniman lokal waktu tante ke Bali tahun lalu'' kata tante Marie memecahkan suasana hening sebelumnya.
''Bagus tante. High taste banget. Pasti mahal yah?!'' jawabku kagum
''Ngak juga sich. Tapi tante tidak pernah menawar harga dengan seniman itu, karena seni itu mahal. Kalau tante tidak cocok dengan harga yang di tawarkan, tante pergi saja.''
Aku masih menyibukkan diri mengamati lukisan yang ada, dan tante Marie tidak bosan menjelaskan arti dari lukisan-lukisan tersebut. Tante Marie ternyata memiliki kecintaan tinggi terhadap seni lukis.
''Ok deh. Kalau begitu Bernas mau pamit pulang dulu tante. Dan hampir jam 11 malam. Tante istirahat aja dulu yah.'' kataku.
''Ehmm.. tinggal dulu aja disini. Tante juga masih belum ngantuk. Temanin tante bentar yah.'' mintanya sedikit memohon.
Aku juga merasa kasihan dengan keadaan tante Marie yang tinggal sendiri di apartment itu. Jadi aku memutuskan untuk tinggal 1 atau 2 jam lagi, sampai tante Marie sudah ingin tidur.
''Kita main UNO yuk?!'' ajak tante Marie.
''Apa itu UNO?!'' tanyaku penasaran.
''Walah kamu ngak pernah main UNO yah?'' tanya tante Marie. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
''Wah kamu kampung boy banget sich.'' canda tante Marie. Aku hanya memasang tampak cemberut canda.
Tante Marie masuk ke kamarnya lagu untuk membawa kartu UNO, dan kemudian masuk ke dapur mempersiapkan hidangan bersama minuman. Tante Marie membawa kacang mente asin, segelas wine merah, dan 1 gelas Hennessy v.s.o.p on rock (pake es batu). Setelah mengajari aku cara bermain UNO, kamipun mulai bermain-main santai sambil makan kacang mente. Hennesy yang aku teguk benar-benar keras, dan baru 2 atau 3 teguk badanku terasa panas sekali. Aku biasanya hanya dikasih 1 sisip oleh ayah, tapi ini sekarang aku minum sendirian.
Kepalaku terasa berat, dan mukaku panas. Melihat kejadian ini, tante Marie menjadi tertawa, dan mengatakan bahwa aku bukan bakat peminum. Terang saja, ini baru pertama kalinya aku minum 1 gelas Hennessy sendirian.
''Tante, anterin Bernas pulang yah. Kepala Bernas rada berat.''
''Kalau begitu stop minum dulu, biar ngak tambah pusing.'' jawab tante Marie.
Aku merasa tante Marie berusaha mencegahku untuk pulang ke rumah. Tapi lagi-lagi, aku seperti sapi dicucuk hidungnya, apa yang tante Marie minta, aku selalu menyetujuinya. Melihat tingkahku yang suka menurut, tante Marie mulai terlihat lebih berani lagi. Dia mengajakku main kartu biasa saja, karena bermain UNO kurang seru kalau hanya berdua. Paling tepat untu bermain UNO itu berempat.
Tapi permainan kartu ini menjadi lebih seru lagi. Tante mengajakku bermain blackjack, siapa yang kalah harus menuruti permintaan pemenang. Tapi kemudian tante Marie ralat menjadi 'Truth & Dare' game. Permainan kami menjadi seru dan terus terang aja tante Marie sangat menikmati permainan 'Truth & Dare', dan dia sportif apabila dia kalah. Pertama-tama bila aku menang dia selalu meminta hukuman dengan 'Truth' punishment, lama-lama aku menjadi berani menanyakan yang bukan-bukan. Sebaliknya dengan tante Marie, dia lebih suka memaksa aku untuk memilih 'Dare' agar dia bisa lebih leluasa mengajariku. Dari yang disuruh pushup 1 tangan, menari balerina, menelan es batu seukuran bakso, dan lain-lain. Mungkin juga tidak ada pointnya buat tante Marie menanyakan the 'Truth' tentang diriku, karena kehidupanku terlihat lurus-lurus saja menurutnya.
Ini adalah juga kesempatan untuk menggali the 'Truth' tentang kehidupan pribadinya. Aku pun juga heran kenapa aku menjadi tertarik untuk mencari tahu kehidupannya yang sangat pribadi. Mula-mula aku bertanya tentang mantan tunangannya, kenapa sampai batal pernikahannya. Sampai pertanyaan yang menjurus ke seks seperti misalnya kapan pertama kali dia kehilangan keperawanan. Semuanya tanpa ragu-ragu tante Marie jawab semua pertanyaan-pertanyaan pribadi yang aku lontarkan.
''Kini permainan kami semakin wild dan berani. Tante Marie mengusulkan untuk mengkombinasikan 'Truth & Dare' dengan 'Strip Poker'. Aku pun semakin bergairah dan menyetujui saja usul tante Marie.
''Yee, tante menang lagi. Ayo lepas satu yang menempel di badan kamu.'' Kata tante Marie dengan senyum kemenangan.
''Jangan gembira dulu tante, nanti giliran tante yang kalah. Jangan nangis loh yah kalau kalah.'' jawabku sambil melepas kaus kakiku.
Selang beberapa lama... ''Nahhh, kalah lagi... kalah lagi... lepas lagi.. lepas lagi.'' Tante Marie kelihatan gembira sekali. Kemudian aku melepas kalung emas pemberian ibu yang aku kenakan.
''Ha ha ha.. two pairs, punya tante one pair. Yea yes... tante kalah sekarang. Ayo lepas lepas...'' candaku sambil tertawa gembira.
''Jangan gembira dulu. Tante lepas anting tante.'' jawab tante sambil melepas anting-anting yang di kenakannya.
Aku makin bernapsu untuk bermain. Mungkin untuk melihat tante Marie bugil juga. Aku pengen sekali menang terus.
''Full house.. yeaaahh... kalah lagi tante. Ayo lepas.. ayo lepas..''. Aku kini menari-nari gembira.
Terlihat tante Marie melepas jepit rambut merahnya, dan aku segera saja protes ''Loh, curang kok lepas yang itu?''.
''Loh, kan peraturannya lepas semuanya yang menempel di tubuh. Jepit tante kan nempel di rambut dan rambut tante melekat di kepala. Jadi masih dianggap menempel dong.'' jawabnya membela.
Aku rada gondok mendengar pembelaan tante Marie. Tapi itu menjadikan darahku bergejolak lebih deras lagi.
''Straight.. Bernas.. one pair.. Yes tante menang. Ayo lepas! jangan malu-malu!'' seru tante Marie girang. Aku pun segera melepas jaket yang aku kenakan. Untung aku selalu memakai jaket tipis biar keluar malam. Lihatlah pembalasanku, kataku dalam hati.
''Bernas Three of a kind.. tante.. one pair.. ah... lagi-lagi tante kalah'' sindirku sambil tersenyum. Dan tanpa diberi aba-aba dan tanpa malu-malu, tante melepas baju atasannya. Aku serentak menelan ludah, karena baju atasan tante telah terlepas dan kini yang terlihat hanya BH putih tante. Belahan payudaranya terlihat jelas, putih bersih. Bernas junior dengan serentak langsung menegang, dan kedua mataku terpaku di daerah belahan dadanya.
''Hey, lihat kartu donk. Jangan liat disini.'' canda tante sambil menunjuk belahan dadanya. Aku kaget sambil tersenyum malu.
''Yes Full House, kali ini tante menang. Ayo buka.. buka''. Tampak tante Marie girang banget dia bisa menang. Kali ini aku lepas atasanku, dan kini aku terlanjang dada.
''Ck ck ck... pemain basket nih. Badan kekar dan hebat. Coba buktikan kalau hokinya juga hebat.'' sindir tante Marie sambil tersenyum.
Setelah menegak habis wine yang ada di gelasnya, tante Marie kemudian beranjak dari tempat duduknya menuju ke dapur dengan keadaan dada setengah terlanjang. Tak lama kemudian tante Marie membawa sebotol wine merah yang masijh 3/4 penuh dan sebotol v.s.o.p yang masih 1/2 penuh.
''Mari kita bergembira malam ini. Minum sepuas-puasnya.'' ucap tante Marie.
Kami saling bertos ria kemudian melanjutkan kembali permainan strip poker kami.
''yesss...'' seruku dengan girangnya pertanda aku menang lagi.
tanpa disuruh, tante Marie melepas rok mininya dan aduhaiii, kali ini tante Marie hanya terlihat mengenakan BH dan celana dalam saja. Malam itu dia mengenakan celana dalam yang kecil imut berwarna pink cerah. Tidak tampak ada bulu-bulu pubis disekitar selangkangnya.
Aku sempat berpikir apakah tante Marie mencukur semua bulu-bulu pubisnya.
Muka tante Marie sedikit memerah. Kulihat tante Marie sudah menegak abis gelas winenya yang kedua. Apakah dia berniat untuk mabuk malam ini? Aku kurang sedikit perduli dengan hal itu. Aku hanya bernafsu untuk memenangkan permainan strip poker ini, agar aku bisa melihat tubuh terlanjang tante Marie.
''Yes, Yes, Yes...'' senyum kemenangan terlukis indah di wajahku.
Tante Marie kemudian memandang wajahku selang beberapa saat, dan berkata dengan nada genitnya ''sekarang Bernas tahan napas yah. Jangan sampai seperti kesetrum listrik loh''. Kali ini tante melepaskan BHnya dan serentak jantungku ingin copot. Benar apa kata tante Marie, aku seperti terkena setrum listrik bertegangan tinggi. Dadaku sesak, sulit bernapas, dan jantungku berdegup kencang. inilah pertama kali aku melihat payudara wanita dewasa secara jelas di depan mata. Payudara tante Marie sungguh indah dengan putingnya yang berwarna coklat muda menantang.
''Aihh Bernas, ngapain liat susu tante terus. Tante masih belum kalah total. Mau lanjut ngak?'' tanya tante Marie. Aku hanya bisa menganggukkan kepala pertanda 'iya'.
''Pertama kali liat susu cewek yah? ketahuan nih. Dasar genit kamu.'' tambah tante Marie lagi. Aku sekali lagi hanya bisa mengangguk malu.
Aku menjadi tidak berkonsentrasi bermain, mataku sering kali melirik kedua payudaranya dan selengkapnya. Aku penasaran sekali ada apa di balik celana dalam pinknya itu. tempat dimana menurut teman-teman sekolah adalah surga dunia para lelaki. Aku ingin melihat bentuknya dan kalau bisa memegang atau meraba-raba.
Akibat tidak berkonsentrasi main, kali ini aku yang kalah, dan tante Marie meminta aku melepas celana yang aku kenakan. Kini aku terlanjang dada dengan hanya mengenakan celana dalam saja. Tante Marie hanya tersenyum-senyum saja sambil menegak winenya lagi. Aku sengaja menolak tawaran tante Marie untuk menegak v.s.o.p -nya, dengan alasan takut pusing lagi.
Karena kami berdua hanya tinggal 1 helai saja di tubuh kami, permainan kali ini ada finalnya. Babak penentuan apakah tante Marie akan melihat aku terlanjang bulat atau sebaliknya. Aku berharap malam itu malaikat keberuntungan berpihak kepadaku.
Ternyata harapanku sirna, karena ternyata malaikat keberuntungan berpihak kepada tante Marie. Aku kecewa sekali, dan wajah kekecewaanku terbaca jelas oleh tante Marie.
Sewaktu aku akan melepas celana dalamku dengan malu-malu, tiba-tiba tante Marie mencegahnya.
''Tunggu Bernas. Tante ngak mau celana dalammu dulu. Tante mau Dare bernas dulu, Ngak seru kalau gamenya cepat habis kayak begini'' kata tante Marie.
Setelah ,meneguk winenya lagi, tante Marie terdiam sejenak kemudian tersenyum genit. Senyum genitnya ini lebih menantang daripada yang sebelum-sebelumnya.
''Tante Dare Bernas untuk... hmmm... cium bibir tante sekarang.'' tantang tante Marie.
''Ahh, yang benar tante?;; tanyaku.
''Iya benar, kenapa ngak mau? jijik sama tante?'' tanya tante Marie.
''Bukan karena itu. Tapi... Bernas belum pernah soalnya.'' Jawabku malu-malu.
''Iya udah, kalau begitu cium tante donk. Sekalian pelajaran pertama buat bernas.'' kata tante Marie.
Tanpa berpikir ulang, aku mulai mendekatkan wajahku ke wajah tante Marie. Tante Marie kemudian memejamkan matanya. Pertamanya aku hanya menempelkan bibirku ke bibir tante Marie. tante Marie diam sebentar, tak lama kemudian bibirnya mulai melumat-lumat bibirku perlahan-lahan. Aku mulai merasakan bibirku mulai basah oleh air liur tante Marie. Bau wine merah sempat tercium di hidungku.
Aku pun tidak mau kalah, aku berusaha menandinginya dengan membalas lumatan bibir tante Marie. Maklum ini baru pertama, jadi aku terkesan seperti anak kecil yang sedang melumat-lumat ice cream. Selang beberapa saat, aku kaget dengan tingkah baru tante Marie. Tante Marie dengan serentak menjulurkan midahnya masuk ke dalam mulutku. Anehnya aku tidak merasa jijik sama sekali, malah senang dibuatnya. Aku temukan lidahku dengan lidah tante Marie, dan kini lidah kami kemudian saling berperang di dalam mulutku dan terkadang pula di dalam mulut tante Marie.
Kami saling berciuman bibir dan lidah kurang lebih 5 menit lamanya. Nafsuku sudah tak karuan, dan kupingku panas di buatnya. Tante Marie seakan-akan menikmati betul ciuman ini. Nafas tante Marie pun masih bisa teratur, tidak ada tanda sedikitpun kalau dia terangsang.
''Sudah cukup dulu. Ayo kita sambung lagi pokernya'' ajak tante Marie.
Aku pun mulai mengocok kartunya, dan pikiranku masih terbayang saat kita berciuman. Aku ingin sekali mencium bibir lembutnya. Kali ini aku menang, dan terang saja aku meminta jatah sekali lagi berciuman dengannya. Tante Marie menurut saja permintaanku ini, dan kami pun saling berciuman lagi. Tapi kali ini hanya sekitar 2 atau 3 menit saja.
''Udah ah, jangan ciuman terus donk. Ntar Bernas bosan sama tante.'' candanya
''Masih belum bosan tante. Ternyata asik juga yah ciuman.'' jawabku.
''Kalau ciuman terus kurang asyik, kalau mau sich..'' seru tante Marie kemudian terputus. Kalimat tante Marie ini masih menggantung bagiku, seakan-akan dia ingin mengatakan sesuatu yang menurutku sangat penting. Aku terbayang-bayang untuk bermain 'gila' dengan tante Marie malam itu.
Aku semakin berani dan menjadi sedikit tau diri. Aku punya perasaan kalau tante ini sengaja mengalah dalam permainan poker malam itu. Terang aja aku menang lagi kali ini. Aku sudah terburu nafsuku sendiri, dan aku sangat memanfaatkan situasi yang sedang berlangsung.
''Bernas menang lagi tuh. Jangan minta ciuman lagi yah. Yang lain dunk...'' sambut tante Marie sambil menggaoda.
''hmmm... apa yah. pikirku sejenak.
''Gini aja, Bernas pengen emut-emut susu tante Marie.'' jawabku tidak tau malu.
Ternyata wajah tante Marie tidak tampak kaget atau marah, malah balik tersenyum kepadaku sambil berkata ''Sudah tante tebak apa yang ada di dalam pikiran kamu, Bernas.''
''Boleh kan tante?!'' tanyaku penasaran. Tante Marie hanya mengangguk pertanda setuju.
Kemudian aku dekatkan wajahku ke payudara sebelah kanan tante Marie. Bau parfum yang menempel di tubuhnya tercium jelas di hidungku. Tanpa ragu-ragu aku mulai mengulum puting susu tante Marie dengan lembut. Kedua telapak tanganku berpijak mantap diatas karpet ruang tamu tante Marie, memberikan fondasi kuat agar wajahku tetap bebas menelusuri payudara tante Marie. Aku kulum bergantian puting kanan dan puting kirinya. kuluman yang tante Marie dapatkan dariku memberikan sensasi terhadap tubuh tante Marie. Dia tampak menikmati setiap hisapan-hisapan dan jilatan-jilatan di puting susunya. Nafas tante Marie perlahan-lahan semakin memburu, dan terdengar desahan dari mulutnya. Kini aku bisa memastikan bahwa Marie saat ini sedang terangsang atau istilahg modern-nya 'horny'
''Bernasss.... kamu nakal banget sich! .. haaahhh .... Tante kamu apain?'' bisik tante Marie dengan nada terputus-putus. Aku tidak mengubris kata-kata tante Marie, tapi malah semakin bersemangat memainkan kedua puting susunya. Tante Marie tidak memberikan perlawanan sedikitpun, malah seolah-olah seperti memberikan lampu hijau kepadaku untuk melakukan hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya.
Aku mencoba mendorong tubuh tante Marie perlahan-lahan agar dia terbaring di atas karpet, ternyata tante ani tidak menahan/menolak, bahkan tante Marie hanya pasrah saja. Setelah tubuhnya terbaring diatas karpet, aku menghentikan serangan gerilyaku terhadap payudara tante Marie. Aku perlahan-lahan menciumi leher tante Marie, dan oh my, wangi betul leher tante Marie. Tante Marie memejamkan matanya, dan tidak berhenti-hentinya mendesah. Aku jilat lembut telinganya, memberikan sensasi dan getaran yang berbeda terhadap tubuhnya. Aku tidak mengerti mengapa malam itu seakan-akan tau apa yang harus aku lakukan, padahal ini baru pertama kali seumur hidup menghadapi suasana seperti ini.
Kemudian aku melandaskan kembali bibirku di atas bibir tante Marie, dan kami kembali berciuman mesra sambil berperang lidah di dalam mulutku terkadang di dalam mulut tante Marie. Tanganku tidak tinggal diam. Telapak tangan kiriku menjadi bantal untuk kepala belakang tante Marie, sedangkan tangan kananku meremas-remas payudara kiri tante Marie.
Tubuh tante Marie seperti cacing kepanasan. Nafasnya terengah-engah, dan dia tidak berkonsentrasi lagi berciuman denganku. Tanpa diberi komando, tante Marie tiba-tiba melepas celana dalamnya sendiri. Mungkin saking 'horny'-nya, otak tante Marie memberikan instinct bahwa sadar kepadanya untuk segera melepas celana dalamnya.
Aku ingin sekali melihat kemaluan tante Marie saat itu, namun tante Marie tiba-tiba menarik tangan kananku untuk mendarat di kemaluannya.
''Alamak ...'', pikirku kaget. Ternyata kemaluan/memek tante Marie mulus sekali. Ternyata semua bulu jembut tante Marie di cukur habis olehnya. Dia menuntun jari tengahku untuk memainkan daging mungil yang menonjol di memeknya. Para pembaca pasti tau nama daging mungil ini yang aku maksudkan itu. Secara umum daging mungil itu dinamakan biji etil atau biji etel atau itil saja. Aku putar-putar itil tante Marie berotasi searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Kini memek tante Marie mulai basah dan licin.
''Bernes... kamu yah... aaaahhhh... kok berani sama tante?'' tanya tante Marie terengah-engah.
''Kan tante yang suruh tangan bernes kesini?'' jawabku.
''Masa sich... tante lupa... aaaahhhh Bernas... Bernasssss.... kamu kok nakal?'' tanya tante Marie lagi.
''Nakal tapi tante suka kan?'' candaku gemas dengan tingkah tante Marie.
''Iya.... nakalin tante pleaseee....'' suara tante Marie mulai serak-serak basah.
Aku tetap memainkan itil tante Marie, dan ini membuatnya semakin menggeliat hebat, Tak lama kemudian tante Marie menjerit kencang seakan-akan terjadi gempa bumi saja. tubuhnya mengejang dan kuku-kuku jarinya sempat mencakar bahuku. Untung saja tante Marie bukan tipe wanita yang suka merawat kuku panjang, jadi cakaran tante Marie tidak sakit buatku.
''Bernassss... tante datanggg uhhh oohhh...'' erang tante Marie. Aku yang masih hijau waktu itu kurang mengerti apa arti kata 'datang' waktu itu. Yang pasti setelah mengatakan kalimat itu, tubuh tante Marie lemas dan nafasnya terngah-engah.
Dengan tanpa di beri aba-aba, aku lepas celana dalamku yang masih saja menempel. Aku sudah lupa sejak kapan batang penisku tegak. Aku siap menikmati tubuh tante Marie, tapi sedikit ragu, karena takut akan di tolak oleh tante Marie. Keragu-raguanku ini terbaca oleh tante Marie. Dengan lembutnya tante Marie berkata, ''Bernas, kalau pengen tidurin tante, mendingan cepetan deh, sebelum gairah tante habis. Tuh lihat penis Bernas dah tegak kayak besi. Sini tante pegang apa dah panas.''
Aku berusaha mengambil posisi diatas tubuh tante. Gaya bercinta tradisional. Perlahan-lahan kuarahkan batang penisku ke mulut vagina tante Marie, dan kucoba dorong penisku perlahan-lahan. Ternyata tidak sulit menembus pintu kenikmatan milik tante Marie. Mungkin karena basahnya dinding-dinding vagina tante Marie yang memuluskan jalan masuk pintu penisku, juga karena mungkin sudah beberapa batang penis yang telah masuk di dalam sana.
''Uhh... ooohhh... Bernas...'' desah tante Marie.
Aku coba mengocok-kocok vagina tante Marie dengan penisku dengan memaju-mundurkan pinggulku. Tante Marie terlihat semakin 'horny' dan mendesah tak karuan.
''Bernasss... Bernassss... aduhhhh Bernassss... geliii tante... uhhh.... oohhhh....'' desah tante Marie.
Disaat aku sedang asyik memacu tubuh tante Marie, tiba-tiba aku disadarkan oleh permintaan tante Marie, sehingga aku berhenti sejenak.
''Bernasss... kamu udah mau keluar belum...'' tanya tante Marie.
''Belum sich tante... mungkin beberapa saat lagi...'' jawabku serius.
''Nanti dikeluarin di luar ya, jangan di dalam. Tante mungkin lagi subur sekarang, dan tante lupa suruh kamu pake pengaman. Lagian tante ngak punya stock pengaman sekarang. Jadi jangan di keluarin di dalam yah.'' pinta tante Marie.
''Beres tante.'' jawabku.
''Ok deh... sekarang jangan diam.... goyangin lagi dunk...'' canda tante Marie genit.
Tanpa menunda banyak waktu lagi, aku lanjutkan kembali permainan kami. Aku bisa merasakan vagina tante Marie semakin basah saja, dan aku pun bisa melihat bercak-bercak lendir di sekitar bulu jembutku.
Aku mulai berkeringat di punggung belakangku. Muka dan telingaku panas. Tante Marie pun sama. Suara erangan dan desahan-nya makin terdengar panas saja di telingaku. Aku tidak menyadari bahwa aku sudah berpacu dengan tante Marie 20 menit lamanya. Tanda-tanda akan adanya sesuatu yang bakalan keluar dari penisku semakin mendekat saja.
''Bernasss... ampunnn Bernass... penisnya kok kayak besi saja... ngak ada lemasnya dari tadi... tante geliii banget nihhh...'' kata tante Marie.
''Tante... Bernass dah sampai ujung nih...'' kataku sambil mempercepat goyangan pinggulku.
Puting tante Marie semakin terlihat mencuat menantang, dan kedua payudara pun terlihat mengeras. Aku mendekatkan wajahku ke wajah tante Marie, dan bibir kami saling berciuman. Aku julur-julurkan lidahku ke dalam mulutnya, dan lidah kami saling berperang di dalam. Posisi bercinta kami tidak berubah sejak tadi. Posisiku tetap di atas tubuh tante Marie.
Aku percepat kocokan penisku di dalam vagina tante Marie. Tante Marie sudah mejerit-jerit dan meracau tak karuan saja.
''Bernas... tante datang... uhhh... ahhh...'' jerit tante Marie sambil memeluk erat tubuhku. Ini pertanda tante Marie telah 'orgasme'.
Aku pun juga sama, lahar panas dari dalam penisku sudah siap akam menyembur keluar. Aku masih ingat pesan tante Marie agar spermaku dilepas keluar dari vagina tante Marie.
''Tante... Bernassss datangggg...'' jeritku panik. Kutarik penisku dari dalam vagina tante Marie, dan penisku memuncratkan spermanya di perut tante Marie. saking kencangnya, semburan spermaku sampai di dada dan leher tante Marie.
''Ahhh.... ahhh... ahhh...'' suara jeritan kepuasanku.
''Idihhh... kamu kecil-kecil tapi spermanya banyak banget sich...'' canda tante Marie. Aku hanya tersenyum saja. Aku tidak sempat mengomentari candaan tante Marie.
Setelah semua sperma telah tumpah keluar, aku merebahkan tubuhku di samping tubuh tante Marie. Kepalaku masih teriang-iang dan nafasku masih belum stabil. Mataku melihat ke langit-langit apartment tante Marie. Aku baru saja menikmati yang namanya surga dunia.
Tante kemudian memelukku manja dengan posisi kepalanya di atas dadaku. Bau harum rambutnya tercium oleh hidungku.
''Bernas puas ngak?'' tanya tante Marie.
''Bukan puas lagi tante... tapi Bernas seperti baru saja masuk ke surga'' jawabku.
''Emang vagina tante surga yah?'' canda tante Marie.
''Boleh dikatakan demikian.'' jawabku percaya diri.
''Kalau tante puas ngak?'' tanyaku penasaran.
''Hmmm... coba kamu pikir sendiri saja.... yang pasti vagina tante sekarang ini masih berdenyut-denyut rasanya. Diapain emang sama Bernas?'' tanya tante marie manja.
''Anuuu... Bernas kasih si Bernas junior... tuh tante liat jembut Bernas banyak bercak-bercak lendir. Itu punya dari vagina tante tuh, Banjir keluar tadi.'' kataku.
''Idihhh... Mana mungkin...'' bela tante Marie sambil mencubit penisku yang sudah mulai loyo.
''Bernas sering-sering datang ke rumah tante saja. Nanti kita main poker lagi. Mau kan?'' pinta tante Marie.
''Sippp tante.'' jawabku serentak girang.
Malam itu aku nginap di rumah tante Marie. Kesokan harinya aku langsung pulang ke rumah. Aku sempat minta jatah 1 kali lagi dengan tante Marie, namun ajakanku ditolak halus olehnya karena alasan dia ada janji dengan teman-temannya.
Sejak saat itu aku menjadi teman seks gelap tante Marie tanpa sepengetahuan orang lain terutama ayah dan ibu. Tante Marie senang bercinta yang bervariasi dan dengan lokasi yang bervariasi pula selain apartemantnya sendiri. Kadang bermain di mobilnya, di motel kilat yang hitungan charge-nya perjam, di ruang VIP spa kecantikan ibuku (ini aku berusaha keras untuk menyelinap agar tidak di ketahui oleh para pegawai disana). Tante marie sangat menyukai dan menikmati seks. Menurut tante Marie seks dapat membuatnya merasa enak secara jasmani dan rohani, belum lagi seks yang teratur sangatlah baik untuk kesehatan. Dia pernah menceritakan kepadaku tentang rahasia awet muda bintang film hollywood tersehor bernama Elizabeth Taylor, yah jawabannya hanya singkat saja yaitu seks dan diet yang teratur.
Tante Marie paling suka 'bermain' tanpa kondom. Tapi dia pun juga tidak ingin memakai sistem pil sebagai alat kontrasepsi karena dia sempat alergi saat pertama mencoba minum pil kontrasepsi. Jadi dia saat subur, aku diharuskan memakai kondom. Di saat setelah selesai masa menstruasinya, ini adalah saat dimana kondom boleh dilupakan untuk sementara dulu dan aku bisa sepuasnya berejakulasi di dalam vaginanya. Apabila disaat subur dan aku/tante Marie lupa menyetok kondom, kita masih saja nekat bermain tanpa kondom dengan berejakulasi di luar (meskipun ini rawan kehamilannya tinggi juga).
Hubungan gelap ini sempat berjalan hampir 4 tahun lamanya. Aku sempat memiliki perasaan cinta terhadap tante Marie. Maklum aku masih tergolong remaja/pemuda yang gampang terbawa emosi. Namun tante Marie menolaknya dengan halus karena apabila hubunganku dengan tante marie bretambah serius, banyak pihak luar yang akan mencaci-maki atau mengutuk kami. Tate Marie sempat menjauhkan diri setelah aku mengatakan cinta kepadanya sampai aku benar-benar 'move on' darinya. Aku lumayan patah hati waktu itu (hampir 1,5tahun), tapi aku masih memiliki akal sehat yang mengontrol perasaan sakit hatiku. Saat itu pula aku cuti 'bermain' dengan tante Marie.
Saat ini aku masih berhubungan baik dengan tante marie. Kami kadang-kadang menyempatkan diri untuk 'bermain' 2 minggu sekali atau kadang-kadang 1 bulan sekali. Tergantung dari mood kami masing-masing. Tante Marie sampai sekarang masih single. Aku untuk sementara ini juga masih single. Aku putus pacarku sekitar 6 bulan yang lalu. Sejak putus dengan pacarku, tante marie sempat menjadi pelarianku, terutama pelarian seks. Sebenarnya ini tidak benar dan kasihan tante marie, namun tante Marie seperti mengerti tingkah laku lelaki yang sedang patah hati pasti akan mencari seorang pelarian. Jadi tante Marie tidak pernah merasa bahwa dia adalah pelarianku, tapi sebagai seorang teman membantu meringankan beban perasaan temannya.
0 comments:
Post a Comment